Laporan Pendahuluan Keperawatan jiwa : Defisit Perawatan Diri
LAPORAN
PENDAHULUAN
DEFISIT
PERAWATAN DIRI
I. KONSEP
MEDIS
A.
Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal
hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah
kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
Jenis–Jenis Perawatan
Diri :
1. Kurang
perawatan diri : Mandi / kebersihan
2. Kurang
perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
mandi/kebersihan diri.
3. Kurang
perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang
perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian
dan aktivitas berdandan sendiri.
4. Kurang
perawatan diri : Makan
Kurang
perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas
makan.
5. Kurang
perawatan diri : Toileting
Kurang
perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).
B.
Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000)
Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan
fisik
2. Penurunan
kesadaran
Menurut
Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor
prediposisi
a) Perkembangan
Keluarga
terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan
realitas turun
Klien
dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor
presipitasi
Yang
merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut
Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a) Body
Image
Gambaran
individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
b) Praktik
Sosial
Pada
anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
c) Status
Sosial Ekonomi
Personal
hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di
sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f) Kebiasaan
seseorang
Ada
kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g) Kondisi
fisik atau psikis
Pada
keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada
masalah personal hygiene.
Ø Dampak
fisik
Banyak
gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah :
Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku.
Ø Dampak
psikososial
Masalah
sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
diri dan gangguan interaksi sosial.
C.
Tanda
dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan
gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1. Fisik
a) Badan
bau, pakaian kotor
b) Rambut
dan kulit kotor
c)
Kuku panjang dan kotor
d) Gigi
kotor disertai
mulut bau
e) Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a) Malas,
tidak ada
inisiatif
b) Menarik
diri, isolasi diri
c) Merasa
tak berdaya, rendah diri
dan merasa hina.
3. Sosial
a) Interaksi
kurang
b) Kegiatan
kurang
c) Tidak
mampu berperilaku sesuai norma
d) Cara
makan tidak teratur
e) BAK
dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
D.
Proses Terjadinya
Data yang biasa ditemukan dalam
deficit perawatan diri adalah:
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data
obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt
D.
Rentang
Respon Kognitif
Rentan Respon Defisit Perawatan Diri
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
|
|
|
Ket :
·
Pola perawatan
diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan mampu berperilaku
adaptif, maka pola perawatan yang
dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
·
Kadang perawatan
diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor kadang klien tidak
memperhatikan perawatan dirinya
·
Tidak melakukan
perawatan diri, klien menyatakan dia tidak peduli dan tidak bias melakykan
perawatan saat stressor
E. Fase
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi
sehingga merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan
dimana-mana, tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional, dan hubungan
positif dengan orang lain yang melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia
terus berusaha mendapatkan rasa aman. Begitu menyakitkan sehingga rasa nyaman
itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia membayangkan nasionalisasi dan
mengaburkan realitas dari pada kenyataan. Keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stressor
interval atau lingkungan dengan adekuatnya.
F.
Jenis-jenis
Defisit Perawatan Diri
1. Kebersihan Diri
:
Misalnya mandi adalah
gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi / kebersihan diri.
2.
Kebersihan
Pakaian :
Klien memiliki gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan
3.
Kurang
memperhatikan makan
Klien memiliki gangguan
kemampuan untuk menunjukkan aktifitas makan
4.
Kurang perawatan
diri terhadap tolleting
Klien memiliki gangguan
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri.
G.
Perilaku
Perilaku
klien tidak yakin dengan apa yang diharapkan jika perilaku klien tidak lazim
atau tidak dapat diperkirakan keluarga. Juga dapat merasa bersalah atau
bertanggung jawab dengan meyakini bahwa mereka gagal menyediakan kehidupan
penuh cinta dan dukungan klien bahwa mereka gagal menyediakan kehidupan dirumah
dan dukungan.
H.
Penatalaksanaan
1.
Meningkatkan
kesadaran dan kepercayaan diri
2.
Membimbing dan
menolong klien merawatan diri
3.
Ciptakan
lingkungan yang mendukung
II. KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a) Bantu klien merawat diri
b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.
Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi
F. G. Pohon Masalah
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Isolasi sosial
Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.
H. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial.
I. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan Khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a) Bantu klien merawat diri
b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.
Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi
F. G. Pohon Masalah
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Isolasi sosial
Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.
H. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial.
I. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan Khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika
Tags:
Artikel